Thursday, August 27, 2020

Perjuangan Diplomatis

a. Perundingan tanggal 10 Februari 1946


Rencana untuk mempertemukan pihak Indonesia dengan pihak Belanda di meja perundingan, diprakarsai oleh Panglima AFNEI, yaitu Letnan Jenderal Sir Philip Christison. Pemerintah Inggris segera mengirim Sir Archibald Clark Kerr ke Indonesia dan selanjutnya bertindak sebagai penengah dalam perundingan-perundingan Indonesia-Belanda.

Perundingan antara Indonesia dengan Belanda dimulai pada tanggal 10 Februari 1946. Dalam perundingan ini delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Mook. Pertemuan yang diadakan di Jakarta itu ternyata tidak membuahkan hasil karena masing-masing pihak tetap pada pendiriannya.

Pada awal perundingan Van Mook menyampaikan pernyataan pemerintah Belanda yang isinya mengulangi pidato Ratu Wilhelmina pada tanggal 7 Desember 1942, yaitu:

  • Indonesia akan dijadikan negara persemakmuran yang memiliki pemerintahan sendiri dalam lingkungan Kerajaan Belanda.
  • Masalah dalam negeri diurus Indonesia dan luar negeri diurus oleh pemerintah Belanda.

Pihak Indonesia secara tegas menolak pernyataan van Mook dan berpegang pada pendirian bahwa Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas jajahan Belanda.

Pada tanggal 12 Maret 1946, pemerintah Republik Indonesia menyerahkan pernyataan penolakannya. Sekalipun perundingan di Jakarta mengalami kegagalan, tetapi pertemuan itu telah menyejajarkan Republik Indonesia, Belanda, dan Inggris di meja perundingan yang kemudian menjadi dasar perundingan-perundingan selanjutnya.

b. Perundingan tanggal 14-24 April 1946

Perundingan selanjutnya diadakan di Hoge Veluwe (Belanda) yang berlangsung pada tanggal 14-24 April 1946. Perundingan ini pun mengalami kegagalan. Pihak Republik Indonesia dalam perundingan ini menuntut adanya pengakuan secara de facto atas Pulau Jawa, Madura, dan Sumatra.

Sebaliknya, pihak Belanda hanya mau mengakui wilayah de facto Republik Indonesia atas Pulau Jawa dan Madura saja. Pihak Belanda juga tetap menginginkan Republik Indonesia menjadi bagian dari Kerajaan Belanda dalam bentuk Uni Indonesia-Belanda. Sementara perundingan-perundingan sedang berjalan, van Mook terus mengambil langkah-langkah untuk menyusun suatu struktur negara federal yang dikendalikan oleh pemerintah Kerajaan Belanda.

Oleh karena itu, diadakan serangkaian perundingan antara para penjabat pemerintah Indonesia yang daerahnya diduduki oleh Belanda. Di antaranya diselenggarakan Konferensi Malino pada tanggal 15 Juli 1946, Konferensi Pangkal Pinang pada tanggal 1 Oktober 1946, dan Konferensi Denpasar.

Pihak Inggris yang ingin segera meninggalkan Indonesia terus berusaha mempertemukan pihak Indonesia dan Belanda di meja perundingan. Lord Killearn, seorang diplomat untuk Asia Tenggara berhasil membujuk kedua belah pihak untuk kembali berunding.

c. Perundingan tanggal 7 Oktober 1946

Perundingan kemudian diadakan di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946. Dalam perundingan ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn.

Perundingan ini berhasil mengambil 3 keputusan penting, yaitu sebagai berikut:

  • Segera diadakan gencatan senjata antara Republik Indonesia dengan Belanda
  • Membentuk Komisi Bersama Gencatan Senjata untuk menangani masalah pelaksanaan gencatan senjata
  • Republik Indonesia dan Belanda harus segera mengadakan perundingan politik

Setelah perundingan itu, pasukan Sekutu secara berangsur-angsur mulai mengosongkan daerah-daerah yang didudukinya dan selanjutnya diganti oleh tentara Belanda.

2. Perundingan Linggajati

Pada tanggal 10 November 1946, pihak Indonesia dan Belanda kembali mengadakan perundingan di Linggajati. Perundingan itu dipimpin oleh Lord Killern. Dalam perundingan Linggajati itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Soetan Sjahrir dan anggotanya antara lain Presiden Soekarno, Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta, Dr. Leimena, Dr. A. K. Gani, Mr. Moh. Roem, Mr. Amir Syarifuddin, dan Mr. Ali Boediardjo.

Dari pihak Belanda dipimpin oleh van Mook dengan anggotanya antara lain Mr. van Pool dan E. de Boer. Seperti sebelumnya, perundingan ini pun berjalan sangat alot karena baik pihak Republik Indonesia maupun Belanda berpegang teguh pada prinsipnya masing-masing. Pada tanggal 15 November 1946, perundingan mencapai persetujuan yang terdiri dari 17 pasal, di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:

  • Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia atas wilayah Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda segera menarik mundur tentaranya dari daerah-daerah itu paling lambat 1 Januari 1949.
  • Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama untuk membentuk negara federasi dengan nama Republik. Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
  • Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.

3. Komisi Tiga Negara

Agresi militer yang dilancarkan Belanda menimbulkan reaksi hebat dari berbagai negara. Pada tanggal 30 Juli 1947 pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan secara resmi kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) agar masalah Indonesia segera dimasukan dalam daftar acara DK PBB.

Permintaan itu diterima pada tanggal 1 Agustus 1947. Dewan Keamanan PBB memerintahkan gencatan senjata pada kedua belah pihak yang sudah harus berlaku pada tanggal 4 Agustus 1947. Pada tanggal 14 Agustus 1947, DK PBB mengadakan sidang untuk membahas masalah Republik Indonesia Belanda.

Dewan Keamanan PBB membentuk sebuah komisi konsuler yang beranggotakan beberapa konsul jenderal di Indonesia untuk mengawasi jalannya gencatan senjata. Komisi konsuler diketuai oleh Konsul Jenderal Amerika Serikat, yaitu Dr. Walter Foote, sedangkan anggotanya terdiri dari Konsul Jenderal Cina, Belgia, Prancis, Inggris, dan Australia.

Walaupun gencatan senjata itu diawasi oleh komisi konsuler, pihak Belanda ternyata tidak menaati perintah tersebut. Belanda tetap saja mengadakan serangan-serangan dan berusaha menduduki wilayah-wilayah Republik Indonesia. Batas terakhir dari wilayah-wilayah yang dikuasainya ditetapkan Belanda sebagai garis demarkasi yang kemudian dikenal dengan “Garis van Mook”.

Akibat pelanggaran itu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian memang-gil kembali wakil-wakil dari kedua belah pihak yang bertikai untuk mengadakan perundingan. Dalam perundingan itu, Indonesia dengan tegas menolak garis demarkasi yang dipaksakan oleh pihak Belanda.

Dalam perdebatan itu, Amerika Serikat mengusulkan agar sebaiknya dibentuk sebuah komisi jasa-jasa baik untuk membantu menyelesaikan pertikaian. Usul Amerika Serikat itu diterima baik oleh DK PBB yang kemudian memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk memilih sendiri satu negara sebagai wakilnya. Indonesia kemudian memilih Australia, Belanda memilih Belgia, dan kedua negara itu menetapkan Amerika sebagai penengah.

Maka, terbentuklah Komisi Jasa-Jasa Baik yang kemudian terkenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN). Dalam KTN ini, Australia diwakili oleh Richard Kirby, Belgia diwakili Paul van Zeeland, dan Amerika diwakili oleh Dr. Frank Graham. Pada tanggal 27 Oktober 1947, wakil-wakil KTN telah tiba di Jakarta untuk melaksanakan tugasnya.

4. Perundingan Renville

Komisi Tiga Negara berhasil mendekatkan pihak Republik Indonesia-Belanda untuk kembali mengadakan perundingan yang kemudian dilaksanakan di atas kapal pengangkut pasukan Amerika USS Renville yang saat itu sedang berlabuh di Teluk Jakarta.

Sebelum perundingan dilangsungkan, pemerintah Republik Indonesia membentuk sebuah panitia istimewa yang dipimpin oleh Dr. J. Leimena. Panitia tersebut beranggotakan Mr. Abdul Madjid, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, Mayor Jenderal Didi Kartasasmita, Kolonel Simbolon, dan Letnan Kolonel Bustomi. Pihak Belanda juga membentuk panitia yang sama dipimpin oleh van Vredenburgh dengan anggotanya Kolonel Drost, Mr. Zulkamaen, Letnan Kolonel Surio Santoso, Dr. Stuyt, dan Dr. P. J. Koets.

Melalui sebuah komisi penghubung KTN, diadakan pertemuan-pertemuan pendekatan, tetapi mengalami kegagalan. Dalam pertemuan-pertemuan itu, pihak Republik Indonesia secara tegas menuntut pihak Belanda mengembalikan daerah-daerah yang didudukinya sejak tanggal 1 Agustus 1947 dan Jakarta harus kembali dalam statusnya sebelum Agresi Militer Belanda I.

Sebaliknya, pihak Belanda tetap bertahan dengan garis van Mook-nya. Belanda menyatakan bahwa daerah-daerah yang diduduki sebelum adanya perintah gencatan senjata dari DK PBB tetap menjadi milik Belanda. Komisi Tiga Negara (KTN) yang dipercayakan untuk membantu penyelesaian sengketa tidak putus harapan.

Untuk mengatasi perdebatan yang berlarut-larut, KTN mengusulican agar Perjanjian Linggajati dijadikan sebagai dasar untuk memulai perundingan. Usul KTN ini ternyata diterima baik oleh pihak Republik Indonesia maupun oleh pihak Belanda.

Pada tanggal 8 Desember 1947, perundingan dimulai di atas Kapal USS Renville. Oleh karena itu, perundingan ini kemudian disebut dengan Perundingan Renville. Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan Ali Sastroamidjojo sebagai wakilnya, sedangkan anggotanya adalah dr. Tjoa Siek Ien, Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Mr. Nasrun, dan dua orang anggota cadangan, yaitu Ir. H. Djuanda dan Setiadji, serta 32 orang penasihat.

Delegasi Belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo dan Mr. van P. J Koets, Mr. Ch.R. Soumokil, Tengku Zulkarnaen, Mr. Adjie Kartanegara, Mr. Masjarie, Thi Thian Tjiong, Mr. A.H. Ophuysen, dan A.Th. Band sebagai sekretarisnya.

Perundingan Renville ini ternyata berlangsung sangat alot dan tersendat karena seperti dalam perundingan-perundingan sebelumnya, pihak Belanda ingin memaksakan kehendaknya dan tidak mempunyai niat untuk mengakhiri pertikaian. Komisi Tiga Negara akhirnya menyampaikan usul-usul sebagai berikut:

  • Segera dikeluarkan perintah penghentian tembak-menembak sepanjang garis van Mook.
  • Penghentian tembak-menembak agar diikuti dengan peletalcican senjata dan pembentukan daerah-daerah kosong militer.

Selain itu, KTN juga mengajukan usul politik untuk dipilih oleh pihak Republik Indonesia dan Belanda yang isinya adalah sebagai berikut:

  • Kemerdekaan bagi Indonesia.
  • Kerja sama antara Indonesia-Belanda.
  • Dibentuknya suatu negara federasi.

Sebagai balasan terhadap usul KTN, Belanda menyampaikan 12 prinsip politik kepada Indonesia, antara lain pengurangan jumlah pasukan dan penghidupan kegiatan ekonomi. Belanda menyatakan bahwa 12 prinsip itu merupakan usaha terakhir yang apabila ditolak maka Belanda tidak akan lagi melanjutkan perundingan. Belanda memberikan waktu 48 jam kepada pemerintah RI untuk menjawabnya. Usul Belanda yang disertai ultimatum itu dianggap oleh pihak RI sebagai sikap ingin menang sendiri.

Komisi Tiga Negara menanggapi usul Belanda itu sebagai sesuatu yang berbahaya sehingga Dr. Frank Graham mengajukan lagi 6 prinsip tambahan untuk mencapai penyelesaian politik. Pemerintah RI mendapat jaminan dari KTN bahwa daerah kekuasaannya tidak akan berkurang selama masa peralihan hingga diserahkannya kedaulatan oleh pihak Belanda kepada negara federal Indonesia.

Pemerintah mau menerima prinsip-prinsip KTN itu karena dalam prinsip ke-4 dan ke-6 dinyatakan bahwa antara 6 bulan sampai 1 tahun sesudah ditandatanganinya persetujuan politik akan diadakan plebisit di seluruh Indonesia di bawah pengawasan KTN untuk menentukan hasrat rakyat bergabung atau tidaknya dengan RI. Pihak Belanda sebelumnya juga sudah menerima prinsip-prinsip yang diajukan oleh KTN itu dengan catatan bahwa pihak Republik Indonesia harus menyatakan persetujuan-nya, paling lambat tanggal 9 Januari 1948.

Dengan persetujuannya atas prinsip-prinsip dari KTN oleh pihak Republik Indonesia maupun Belanda, maka pada tanggal 17 Januari 1948 delegasi kedua negara yang bertikai kembali mengadakan pertemuan di atas Kapal USS Renville untuk menandatangani persetujuan gencatan senjata dan prinsip-prinsip politik yang disaksikan oleh KTN.

Secara singkat isi Perjanjian Renville sebagai berikut:

  1. 10 pasal persetujuan gencatan senjata
  2. 6 pokok prinsip tambahan untuk perundingan guna mencapai penyelesaian politik, antara lain sebagai berikut:
  • Belanda berdaulat atas Indonesia sampai pengakuan kedaulatannya kepada Negara Indonesia Serikatyang merdeka
  • Republik Indonesia menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat
  • Sebelum pemerintah negara federal terbentuk, maka Republik Indonesia harus mempunyai wakil-walcil yang layak dalam tiap-tiap Pemerintahan Federal Sementara
  • Akan mengadakan plebisit (Pepera) di Pulau Jawa, Madura, dan Sumatra untuk menentukan apakah rakyat daerah-daerah tersebut bergabung dengan RI atau RIS.
  • 12 prinsip politik termasuk tiga pokok hasil Persetujuan Linggajati

5. Resolusi Dewan Keamanan PBB

Tindakan Belanda melakukan agresi militer kedua menimbulkan reaksi dari PBB. Dewan Keamanan PBB pada tanggal 28 Januari 1949 mengeluarkan sebuah resolusi yang berisi sebagai berikut:

  • Penghentian semua operasi militer dengan segera oleh Belanda dan penghentian semua aktivitas gerilya oleh Republik Indonesia. Kedua pihak harus bekerja sama untuk mengadakan perundingan kembali
  • Pembebasan dengan segera dan dengan tidak bersyarat semua tahanan politik di dalam daerah Republik Indonesia oleh Belanda semenjak tanggal 19 Desember 1948.
  • Belanda harus memberikan kesempatan kepada pembesar-pembesar pemerintah Republik untuk kembali ke Yogyakarta.
  • Perundingan-perundingan akan dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya dengan dasar Perjanjian Linggajati, Perjanjian Renville, terutama berdasarkan pembentukan suatu Pemerintah Interim Federal paling lambat pada tanggal 15 Maret 1949; pemilihan untuk Dewan Pembuat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Serikat selambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 1949.
  • Mulai sekarang Komisi Jasa-Jasa Baik (Komisi Tiga Negara) diganti namanya menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia atau United Nation Commission for Indonesia (UNCI). UNCI bertugas membantu melancarkan perundingan-perundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah Republik Indonesia, mengamati pemilihan, dan berhak memajukan usul-usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya penyelesaian.

6. Perundingan Roem-Royen

UNCI yang mengemban tugas menyelesaikan konflik Indonesia—Belanda memainkan perannya, dengan mengundang kedua belah pihak yang bertikai untuk kembali mengadakan perundingan. Delegasi Indonesia dalam perundingan itu dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan dari pihak Belanda dipimpin oleh Dr. Van Royen.

Perundingan dimulai pada tanggal 17 April 1949 di Hotel Des Indes (Hotel Duta Merlin sekarang) yang dipimpin oleh Merle Cochran, wakil Amerika Serikat dalam UNCI. Setelah melalui perundingan yang berlarut-larut, maka pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai persetujuan yang kemudian dikenal sebagai Persetujuan Roem-Royen atau Roem Royen Statements. Isinya berupa pernyataan-pernyataan dari kedua pihak sebagai berikut.

Hasil-hasil Persetujuan Roem-Royen mendapat dukungan dari partai-partai politik, sedangkan pihak PDRI dan TNI tetap mencurigai iktikad Belanda. Pada tanggal 1 Mei 1949, Jenderal Soedirman memperingatkan agar TNI tidak turut memikirkan politik dan perundingan karena akan merugikan pertahanan dan keamanan.

Sebagai realisasi dari Persetujuan Roem-Royen adalah sebagai berikut:

  • Belanda meninggalkan Ibu kota Republik Indonesia Yogyakarta.
  • TNI menduduki Ibu kota Yogyakarta.
  • Presiden dan wakil presiden serta para pemimpin lainnya kembali dari tempat pengasingan ke ibu kota negara.
  • Panglima Besar Jenderal Soedirman kembali ke Yogyakarta dari medan gerilya.
  • PDRI mengembalikan mandatnya kepada pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta.

7. Konferensi Inter-Indonesia

Sebagai tindak lanjut dari hasil-hasil Perjanjian Roem-Royen, pemerintah Republik Indonesia segera mengadakan persiapan-persiapan untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB). Pemerintah Republik Indonesia kemudian mengadakan pendekatan dengan pihak BFO atau Badan Musyawarah Negara-negara Federal untuk menciptakan satu front dalam menghadapi Belanda pada KMB.

Republik Indonesia dan pihak BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) akhirnya mengadakan pertemuan pada tanggal 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta. Pertemuan dilanjutkan kembali tanggal 31 Juli-2 Agustus 1949 di Jakarta. Pembicaraan dalam konferensi itu hampir seluruhnya mengenai masalah pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS), terutama mengenai tata susunan dan hak pemerintah RIS di satu pihak dan hak negara- negara bagian di pihak lain.

Dalam konferensi itu dibicarakan pula bentuk kerja sama RIS dengan pemerintah Belanda dalam perserikatan uni, serta masalah kewajiban RIS dan Belanda sehubungan dengan penyerahan kekuasaan.

Keputusan penting lainnya adalah bahwa BFO menyokong tuntutan Republik Indonesia atas penyerahan kedaulatan, tanpa ikatan-ikatan politik atau ekonomi. Di bidang militer, konferensi memutuskan antara lain sebagai berikut:

  • Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional.
  • TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada di dalam KNIL, VB (Veiligherd Bataljons), dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lainnya dengan syarat-syarat yang akan ditentukan lebih lanjut.
  • Masalah pertahanan keamanan adalah hak pemerintah RIS.

Negara-negara bagian tidak berhak untuk memiliki angkatan perang sendiri. Hal-hal lain yang jtiga diputuskan adalah sebagai berikut:

  • Tanggal 17 Agustus ditetapkan sebagai Hari Nasional Negara RIS.
  • Bendera Merah Putih ditetapkan sebagai bendera RIS.
  • Lagu Kebangsaan Indonesia Raya menjadi Lagu Kebangsaan RIS.
  • Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai Bahasa Nasional RIS.
  • Soekarno ditetapkan sebagai Presiden RIS.

8. Konferensi Meja Bundar (KMB)

Pada tanggal 23 Agustus 1949 diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Bagi pemerintah Belanda, kesediaannya untuk menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar tidak lain ingin segera membentuk Negara Indonesia Serikat yang sudah lama dicita-citakannya.

Pada tanggal 14 Agustus 1949, pemerintah Republik Indonesia menetapkan delegasi yang akan menghadiri KMB, yaitu Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof. Soepomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. H. Djuanda, Drs. Soekiman, Mr. Soeyono Hadinoto, Dr. Soemitro Djoyohadikoesoemo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T. B. Simatupang, dan Mr. Soemardi.

Delegasi-delegasi yang menghadiri KIVIB adalah sebagai berikut:

  • Delegasi Indonesia dipimpin Perdana Menteri Hatta.
  • Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid II.
  • Delegasi Belanda dipimpin oleh H. Maarseveen.
  • Delegasi UNCI diwakili oleh M. Cochran, Herremans, Th. K. Critchley, dan Romanos.

Dalam konferensi itu terjadi perdebatan seru antara delegasi dua negara yang bertikai mengenai berbagai hal. Masalah paling pelik yang dibahas dan menjadi sorotan utama adalah masalah utang-utang Belanda dan masalah Irian Barat.

Belanda berpendapat bahwa semua utang-utangnya adalah tanggung jawab pihak RIS dan mengenai Irian Barat, Belanda baru akan menyerahkannya satu tahun setelah KMB. Keinginan delegasi Belanda itu dengan tegas ditentang oleh delegasi Indonesia yang didukung oleh BFO yang makin yakin akan kelicikan Belanda.

Untuk mengakhiri perdebatan, pihak UNCI menengahi dan memasukkan usulan-usulan sehingga akhirnya KMB berhasil mengambil keputusan sebagai berikut.

  1. Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia secara penuh dan tanpa syarat kepada RIS.
  2. Pelaksanaan penyerahan kedaulatan akan dilaksanakan pada tanggal 30 Desember 1949.
  3. Masalah Irian Barat ditunda dan akan diadakan perundingan kembali dalam waktu satu tahun setelah penyerahan kedaulatan kepada RIS.
  4. Akan dibentuk satu Uni Indonesia- Belanda berdasarkan kerja sama sukarela dan sederajat.
  5. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
  6. Tentara Belanda akan ditarik dari Indonesia dan KNIL dibubarkan kemudian akan digabungkan dengan APRIS.

 

Keuntungan perjuangan diplomasi Bangsa Indonesia:

  • Belanda harus menghentikan semua operasi militer dan pihak Republik Indonesia diminta untuk menghentikan aktivitas gerilya. Kedua pihak harus bekerja sama untuk mengadakan perdamaian kembali.
  • Pembebasan dengan segera dan tidak bersyarat semua tahanan politik dalam daerah RI oleh Belanda sejak 19 Desember 1948.
  • Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk menghentikan tembak-menembak dan bekerja sama untuk menciptakan keamanan.
  • Pemerintah Belanda akan segera mengembalikan pemerintah Indonesia ke Yogyakarta.
  • Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
  • Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
  • Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
  • Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa para anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

Kerugian perjuangan diplomasi Bangsa Indonesia:

  • Wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van Mook).
  • Pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI.
  • Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.


Sumber :

Pertempuran Mempertahankan Kemerdekaan

 

Pertempuran Mempertahankan Kemerdekaan 


Ujung timur hingga barat Indonesia kembali bergejolak. Suara tembakan, bom, dan teriakan perjuangan tak pernah berhenti berkumandang. Rakyat Indonesia menginginkan negara yang baru seumur jagung ini tidak direbut kembali. Akhirnya lima pertempuran sengit terjadi hingga pertumpahan darah tak terelakkan lagi. Berikut perang-perang mempertahankan kemerdekaan itu!

Pertempuran yang terjadi di Surabaya pada 10 November 1945 adalah pertempuran pertama setelah proklamasi. Saat Jepang sudah menyatakan kalah dan dilucuti senjatanya. Tentara sekutu yang dalam hal ini Inggris datang ke Surabaya. Mereka memiliki tujuan untuk mengembalikan Indonesia kembali kepada pangkuan Belanda. Hal ini tentu ditolak oleh para pejuang di Surabaya. Indonesia adalah sebuah negara yang merdeka dan tidak perlu kembali ke tangan Belanda yang menjajah ratusan tahun.

Pertahankan kemerdekaan di Surabaya [image source]
Pertahankan kemerdekaan di Surabaya 
Pada tanggal 31 Agustus 1945 muncul maklumat pemerintah untuk mengibarkan Merah-Putih di seluruh wilayah Indonesia. Namun di Hotel Yamato, sekelompok orang belanda justru mengibarkan bendera Belanda. Akhirnya terjadilah insiden penyobekan bendera Merah-Putih-Biru milik Belanda. Dari sanalah mulai muncul gerakan-gerakan separatis yang dilakukan oleh pejuang Indonesia. Bahkan seorang Brigadir Jendral Inggris bernama Mallaby tewas di tangan pejuang.

Insiden hotel yamato [image source]
Insiden hotel yamato 
Mengetahui hal ini Inggris marah dan akhirnya menyatakan perang melawan separatis. Mereka mengerahkan 30.000 pasukan infanteri tepat 10 November 1945. Pasukan Inggris menganggap Surabaya akan takluk dalam tiga hari saja. Namun nyatanya perjuangan justru semakin berat. Arek-arek Surabaya berjuang sekuat tenaga meski kotanya dijatuhi bom berkali-kali
Perjuangan arek Suroboyo 
Pertempuran ini berjalan dengan baik karena pihak Indonesia sudah bisa melakukan koordinasi. Inggris kesusahan hingga mereka perlahan-lahan mundur. Perjuangan arek-arek Surabaya memakan korban hingga 16.000 pejuang. Namun semangat yang ditunjukkan membuat seluruh daerah di Indonesia mulai bergejolak. Semua rakyat mulai melawan untuk mendapatkan kemerdekaannya kembali.

Peristiwa bersejarah ini akhirnya diabadikan menjadi Hari Pahlawan, 10 November!

2. Bandung Lautan Api – Bandung

Peristiwa Bandung Lautan Api tidak bisa dilepaskan begitu saja dari sejarah Indonesia. Karena pembakaran seluruh isi kota Bandung adalah bukti perjuangan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan. Mereka rela membakar rumah yang jadi tempat tinggal agar tidak dijadikan markas NICA dan Tentara Inggris. Setidaknya sekitar 200.000 warga Bandung membakar rumahnya hingga habis tak bersisa.

Bandung Lautan Api [image source]
Bandung Lautan Api 
Pembakaran ini dilakukan karena jumlah Tentara Indonesia tak sebanding dengan tentara sekutu. Terlebih masalah persenjataan juga sangat minim. Akhirnya para pejuang membuat Bandung jadi lautan api dan melakukan misi gerilya. Tentara dibantu milisi membakar dan meledakkan gudang-gudang senjata milik sekutu agar mereka kehabisan kekuatan.

Perjuangan tanpa takut di Bandung ini mengilhami lagu Halo Halo Bandung!

3. Serangan Umum 1 Maret 1949 – Yogyakarta

Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah sebuah serangan yang dilancarkan TNI terhadap tentara Belanda di Yogyakarta. Serangan ini bertujuan untuk menunjukkan eksistensi TNI dan Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Selain itu serangan ini juga akan membuat kedudukan Indonesia dalam KMB semakin kuat. Propaganda-propaganda yang dilakukan Belanda bawah Indonesia sudah tamat akhirnya mampu dituntaskan.

Serangan Umum 1 Maret
Serangan Umum 1 Maret 
Serangan ini dilakukan secara terstruktur oleh TNI dibantu beberapa tokoh masyarakat. Mereka ingin merebut kembali Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota Indonesia. Selain itu di Yogyakarta terutama Hotel Merdeka terdapat wartawan asing dan pengamat militer PBB. Peristiwa ini tentu akan segera menyebar ke seluruh dunia. Keuntungan ini dimanfaatkan TNI dengan sekuat tenaga agar Indonesia diakui sebagai negara.

Serangan Umum ini terjadi pagi hari dengan menyerang pos-pos militer Belanda. Yogyakarta dibuat kacau balau saat itu agar Belanda tidak memandang remeh perjuangan TNI. Meski korban dari Indonesia jatuh dengan banyak. Serangan ini menjadi tonggak eksistensi Indonesia di mata dunia. Pasalnya setelah serangan, headline media asing mulai membahas eksistensi Indonesia.

4. Pertempuran Medan Area – Medan

Pertempuran Medan Area adalah pertempuran yang terjadi di Medan selama dua tahun lebih dari 13 Oktober 1945 hingga 1947. Pertempuran ini terjadi tentara sekutu dan pasukan NICA dari Belanda mulai berbuat onar. Mereka melakukan tindakan semena-mena mulai menginjak-injak bendera Merah-Putih yang jadi identitas Indonesia. Selain itu tentara sekutu juga memberikan ultimatum agar semua senjata milik pejuang dikumpulkan atau akan diadakan perang.

Pertempuran Medan Area [image source]
Pertempuran Medan Area 
Tentu rakyat tidak menyetujui apa saja yang diinginkan oleh sekutu. Akhirnya perang antara kedua belah pihak tidak bisa dihindarkan. Korban dari dua belah pihak berjatuhan cukup banyak. Meski demikian perjuangan rakyat Indonesia tak pernah surut hingga pertempuran terakhir dilancarkan pada 15 Februari 1947. Pertempuran ini menjadi bukti jika Indonesia memiliki kekuatan untuk mempertahankan wilayahnya!

5. Serangan Umum Surakarta – Surakarta (Solo)

Serangan Umum Surakarta yang terjadi pada 7-10 Agustus 1949 adalah bukti bahwa Indonesia masih memiliki kekuatan. Pasukan militer masih mampu menjaga NKRI yang telah diproklamasikan sejak 17 Agustus 1945. Mengambil kedaulatan Indonesia artinya menantang Indonesia melakukan pertempuran lagi.

Serangan Umum SUrakarta [image source]
Serangan Umum SUrakarta
Serangan Umum ini membuat Belanda goyah. Bahkan selama empat hari Belanda jadi kocar-kacir hingga serangannya mulai membabi buta. Bahkan setelah kedua belah pihak sepakat melakukan gencatan senjata, pihak Belanda melanggar dan melakukan aksi pembantaian yang membuat pasukan militer Indonesia geram. Akhirnya pertarungan terjadi terus hingga menimbulkan banyak korban jiwa berjatuhan.
Sumber :

Wednesday, August 5, 2020

Sistem Politik di Negara-Negara Kawasan Asia Tenggara

Sistem politik di negara asean, secara umum terbagi menjadi:

  1. Sistem Monarki (kerajaan) konstitusional: Kamboja, Thailand, Malaysia
  2. Sistem Monarki (kerajaan) absolut: Brunei
  3. Sistem Republik Presidensial: Indonesia, FIlipina
  4. Sistem Republik Parlementer: Singapura, Myanmar
  5. Sistem Republik Semi-Presidensial: Timor Timur
  6. Sistem Negara Komunis: Laos, Vietnam

Asia Tenggara meliputi negara Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina, Brunei, dan Timor Timur

Sistem pemerintahan negara-negara ini berbeda-beda, yang dipengaruhi sejarah tiap negara. Sistem pemerintahan ini yaitu:

1. Sistem Monarki (kerajaan) konstitusional

Dalam sistem ini, terdapat raja yang menjadi kepala negara, namun tidak memiliki kekuasaan politik, sehingga hanya menjadi simbol negara. Kepala pemerintahan yang memegang kekuasaan politik dijabat oleh seorang perdana menteri.

Sistem ini digunakan oleh Kamboja, Thailand, Malaysia.  

Kamboja memiliki kepala negara yaitu Raja Norodom Sihamoni, dengan kepala pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen.

Thailand memiliki kepala negara yaitu Raja Vajiralongkorn, dengan kepala pemerintahan Perdana Menteri Prayut Chan-ocha.

Malaysia memiliki kepala negara yaitu Yang Dipertuan Agung Sultan Abdullah dari Pahang, dengan kepala pemerintahan Perdana Menteri Mahathir Muhammad.

2. Sistem Monarki (kerajaan) absolut

Dalam sistem ini, terdapat raja menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, yang memegang kekuasaan mutlak dan utama, dan tidak dibatasi oleh parlemen atau undang-undang dasar.  

Sistem ini digunakan oleh Brunei yang dipimpin Sultan Hasanal Bolkiah.

3. Sistem Republik Presidensial

Dalam sistem ini, terdapat presiden menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dipilih oleh rakyat, dan kemudian membentuk kabinet yang berisi menteri yang membatasinya. Dalam sistem ini, terdapat pembagian kekuasaan antara presiden sebagai pihak eksekutif dengan pihak legislatif dan yudikatif (sistem Trias Politika).

Sistem ini digunakan oleh Indonesia dan Filipina.

Presiden Indoensia adalah Presiden Joko Widodo, sedangkan presiden Filipina adalah Presiden Rodrigo Duterte.

4. Sistem Republik Parlementar

Dalam sistem ini, terdapat presiden yang menjadi kepala negara, yang bersifat simbolis. Kepala pemerintahan yang memegang kekuasaan politik dijabat oleh seorang perdana menteri atau kanselir, yang dipilih oleh parlemen.

Sistem ini digunakan oleh Singapura dan Myanmar.

Singapura memiliki kepala negara yaitu Presiden Halimah Yacob, dengan kepala pemerintahan Perdana Menteri Lee Hsien Loong.

Myanmar memiliki kepala negara yaitu Presiden Win Myint, dengan kepala pemerintahan Kanselir Aung San Suu Kyi.

5. Sistem Republik Semi-Presidensial

Dalam sistem ini, terdapat presiden yang menjadi kepala negara, namun tidak hanya bersifat simbolis, sebab juga memegang kekuasaan pemerintahan bersama seorang perdana menteri. Presiden dipilih oleh rakyat, sedangkan perdana menteri dipilih oleh presiden.  

Timor Timur menganut sistem ini, dengan pemerintahan dipimpin oleh Presiden Francisco Guterres dan Perdana Menteri Taur Matan Ruak.

6. Sistem Negara komunis

Dalam sistem ini, Partai Komunis menjadi satu-satunya partai yang berkuasa dan pemerintahan dikendalikan oleh pejabat yang ditunjuk partai. Sistem ini disebut juga “republik sosialis” atau “republik rakyat”.

Laos dan Vietnam menganut sistem ini.

Laos dipimpin oleh Presiden Bounnhang Vorachith dan Perdana Menteri Thongloun Sisoulith.

Vietnam dipimpin oleh Presiden Nguyễn Phú Trọng dan Perdana Menteri Nguyễn Xuân Phúc.

Sumber : brainly.co.id/

Tuesday, August 4, 2020

Politik di Kawasan Negara-Negara ASEAN

1. Brunei Darussalam 
  • Kepala Negara : Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah
  • Ibu Kota : Bandar Seri Begawan 
  • Bahasa : Melayu, Inggris 
  • Mata Uang : Brunei Dollar (BND) 
  • Luas Wilayah : 5.765 km2 
  • Jumlah Penduduk : 422.675 jiwa (estimasi Juli 2014) 
  • Hari Kemerdekaan : 1 Januari 1984 (dari Inggris) 
  • Lagu Nasional : Allah Peliharakan Sultan 
Brunei adalah negara kecil yang terletak di bagian utara Pulau Kalimantan. Brunei berhasil memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1984, setelah hampir satu abad berada di bawah kekuasaan Inggris. Saat ini Brunei merupakan negara yang pendapatan per kapitanya tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Sistem pemerintahan Brunei berbentuk Kesultanan Islam, yang dipimpin oleh seorang sultan. 

2. Kamboja 
  • Kepala Negara : Raja Norodom Sihamoni 
  • Kepala Pemerintahan : Perdana Menteri Hun Sen 
  • Ibu Kota : Phnom Penh 
  • Bahasa Nasional : Khmer 
  • Mata Uang : Riel (KHR) 
  • Luas Wilayah : 181.035 km2 
  • Jumlah Penduduk : 15.458.332 jiwa (estimasi Juli 2014)
  • Hari Kemerdekaan : 9 November 1953 (dari Perancis) 
  • Lagu Nasional : Nokoreach (Royal Kingdom) 
  • Luas wilayah Kamboja tidak besar. 
Wilayah Angkor merupakan pusat pemerintahan Khmer. Kekaisaran ini menguasai sebagian besar daratan utama Asia Tenggara di abad ke-9 sampai dengan abad ke-23. Bangunan peninggalan kekaisaran Khmer yang sangat terkenal adalah candi Angkor yang juga dijadikan lambang di bendera negara Kamboja. 

3. Indonesia 
  • Kepala Negara : Presiden Joko Widodo 
  • Ibu Kota : Jakarta 
  • Bahasa Nasional : Indonesia 
  • Mata Uang : Rupiah (IDR) 
  • Luas Wilayah : 1.904.569 km2 
  • Jumlah Penduduk : 253.609.643 jiwa (estimasi Juli 2014) 
  • Hari Kemerdekaan : 17 Agustus 1945 
  • Lagu Nasional : Indonesia Raya 
Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar di Asia Tenggara. Negara kepulauan ini memiliki kurang lebih 17.000 pulau. Fakta geografis ini membuat warga Indonesia terdiri atas berbagai suku, agama, dan budaya. Ada ratusan suku serta ratusan dialek di seluruh wilayah Indonesia. Pancasila merupakan dasar negara yang ditetapkan oleh para pendiri bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila diambil dari tradisi serta nilai-nilai bangsa. Nilai-nilai ini dianggap mampu menjadi landasan perilaku bangsa yang beragam latar belakang etnis dan budayanya. 

4. Laos 
  • Kepala Negara : Presiden Bounnhang Vorachith 
  • Kepala Pemerintahan : Perdana Menteri Thongloun Sisoulith
  • Ibu Kota : Vientiane 
  • Bahasa Nasional : Lao 
  • Mata Uang : Kip (LAK) 
  • Luas Wilayah : 237.955 km2
  • Jumlah Penduduk : 6.803.699 jiwa (estimasi Juli 2014)
  • Hari Kemerdekaan : 19 Juli 1949 (dari Perancis) 
  • Lagu Nasional : Pheng Xat Lao (Hymn of the Lao People) 
Nenek moyang penduduk Laos berasal dari Cina Selatan. Pada tahun 1353 penduduk Laos dipimpin oleh Fa Ngoun, yang menyebut wilayah yang dipimpinnya sebagai “Kerajaan Sejuta Gajah”. Kerajaan besar ini bertahan hingga tahun 1700-an sampai akhirnya terpecah-belah. Sekitar tahun 1800, sebagian besar Laos dikuasai oleh Siam. Kemudian Perancis mengambil alih dan memerintah di sana tahun 1893. Pada Tahun 1893, Perancis mengambil alih kekuasaan. Pada tahun 1954, Perjanjian Geneva menetapkan Laos sebagai sebuah negara yang bebas dan netral. Perang saudara masih berkecamuk antara pasukan yang setia kepada pemerintah melawan gerilyawan komunis Pathet Lao.

5. Malaysia 
  • Kepala Negara : Sultan Muhammad V 
  • Kepala Pemerintahan : Dato’ Sri Mohd Najib bin Tun Abdul Razak 
  • Ibu Kota : Kuala Lumpur 
  • Bahasa : Melayu, Inggris, Cina, Tamil 
  • Mata Uang : Ringgit (MYR) 
  • Luas Wilayah : 330.803 km2 
  • Jumlah Penduduk : 31.746.000 jiwa 
  • Hari Kemerdekaan : 31 Agustus 1957 (dari Inggris) 
  • Lagu Nasional : Negaraku 
Tahun 1400-an wilayah di Selat Malaka mulai dikenal sebagai pusat perdagangan. Sejak saat itu, wilayah tersebut menjadi daerah yang diperebutkan. Tahun 1511, Portugis berhasil menguasai Malaka. Tahun 1641, Belanda mengambil alih. Lalu, tahun 1786 Inggris masuk ke Malaka dan menguasai Pulau Penang. Tahun 1824, Belanda menyerahkan Malaka ke Inggris. Pada masa Perang Dunia ke-II, Jepang sempat menduduki Malaka, namun kemudian Inggris berhasil menguasai kembali Semenanjung Malaya di tahun 1945. Tiga tahun kemudian, Inggris membentuk Federasi Malaya. Di tahun 1957, Federasi Malaya berhasil mendapatkan kemerdekaannya. Inggris juga menyerahkan Penang dan Malaka. 

6. Myanmar 
  • Kepala Negara : Presiden Htin Kyaw 
  • Ibu Kota : Nay Pyi Taw 
  • Bahasa Nasional : Myanmar 
  • Mata Uang : Kyat (MMK) 
  • Luas Wilayah : 676.578 km2 
  • Jumlah Penduduk : 55.746.253 jiwa (estimasi Juli 2014) 
  • Hari Kemerdekaan : 4 Januari 1948 (dari Inggris) 
  • Lagu Nasional : Kaba Ma Kyei (Till the End of the World, Myanmar) 
Tahun 1948, Myanmar menjadi negara merdeka yang menganut sistem demokrasi parlementer. Perdana menteri pertama bernama U Nu. Tahun 1958, pihak militer yang dipimpin oleh jenderal U Ne Win menjatuhkan U Nu. Mereka mengambil alih kekuasaan negara. Sejak saat itu Myanmar menganut sistem satu partai politik dan meninggalkan sistem demokrasi parlementer. 

7. Filipina 
  • Kepala Negara : President Rodrigo Roa Duterte 
  • Ibu Kota : Manila 
  • Bahasa : Filipino (Tagalog), Inggris, Spanyol 
  • Mata Uang : Peso (PHP) 
  • Luas Wilayah : 343.448 km2 
  • Jumlah Penduduk : 107.668.231 jiwa (estimasi Juli 2014) 
  • Hari Kemerdekaan : 12 Juni 1898 (dari Spanyol) 
  • Lagu Nasional : Lupang Hinirang (Chosen Land) 
Nama Filipina berasal dari Philip II, raja Spanyol di abad 16 saat Filipina dikuasai Spanyol. Pada tahun 1898, Spanyol menyerahkan kekuasaan atas Filipina ke Amerika Serikat setalah perang Spanyol-Amerika. Di tahun 1935, Filipina sudah memiliki pemerintahan sendiri, namun kemerdekaan mereka tertunda oleh perang dunia II dan serangan dari tentara Jepang, hingga akhirnya tentara Amerika Serikat berhasil membebaskan Filipina pada tahun 1944-1945. Negara Republik Filipina diproklamasikan pada tanggal 4 Juli 1946 yang dikenal sebagai Hari Republik. 

8.Singapura 
  • Kepala Negara : Presiden Halimah Yacob 
  • Kepala Pemerintahan : Perdana Menteri Lee Hsien Loong 
  • Ibu Kota : Singapura 
  • Bahasa : Inggris, Melayu, Mandarin, dan Tamil 
  • Mata Uang : Dolar Singapura (SGD) 
  • Luas Wilayah : 716 km2 
  • Jumlah Penduduk : 5.567.301 jiwa (estimasi Juli 2014) 
  • Hari Kemerdekaan : 9 Agustus 1965 (dari Federasi Malaysia) 
  • Lagu Nasional : Majulah Singapura 
Singapura adalah wilayah terkecil di wilayah Asia Tenggara. Jumlah penduduknya paling sedikit. Namun, Singapura dapat menjadi negara yang paling maju. Hal ini tidak lepas dari peran Lee Kuan Yew, pendiri dan perdana menteri pertama Singapura. Ia memegang jabatan perdana menteri selama tujuh periode berturut-turut. Selama masa kepemimpinannya, Lee Kuan Yew melakukan banyak perubahan. Ia dapat membangkitkan semangat bekerja warga Singapura untuk mewujudkan Singapura maju. Singapura tidak saja maju di antara negara-negara di wilayahnya, namun juga di antara negara-negara di dunia. Sampai hari-hari terakhirnya di tahun 2015, Lee Kuan Yew terus berbakti menyumbangkan pemikirannya kepada Singapura. 

9. Thailand 
  • Kepala Negara : Maha Vajira Longkoin 
  • Kepala Pemerintahan : Perdana Menteri General Prayut Chan-o-cha 
  • Ibu Kota : Bangkok 
  • Bahasa : Thai 
  • Mata Uang : Baht (THB) 
  • Luas Wilayah : 513.120 km2 
  • Jumlah Penduduk : 67.741.401 jiwa (estimasi Juli 2014) 
  • Hari Kemerdekaan : – (tidak pernah dijajah oleh negara lain)
  • Lagu Nasional : Phleng Chat Thai (National Anthem of Thailand) 
Thailand adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Dahulu dikenal sebagai “Siam”. Thailand sendiri memiliki arti “Tanah Kebebasan”. Sejak 1932, Thailand menganut sistem monarki konstitusional yang dipimpin oleh seorang raja. Raja kemudian memilih perdana menteri dari anggota dewan perwakilan. Thailand mulai dihuni oleh manusia diperkirakan pada 2000 tahun sebelum Masehi. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya situs arkeologi di Ben Chiang. 

10. Vietnam 
  • Kepala Negara : Presiden Tran Dai Quang 
  • Kepala Pemerintahan : Perdana Menteri Nguyen Yuan Phuc 
  • Ibu Kota : Hanoi 
  • Bahasa Nasional : Vietnam 
  • Mata Uang : Dong (VND) 
  • Luas Wilayah : 331.210 km2
  • Jumlah Penduduk : 93.421.835 jiwa (estimasi Juli 2014) 
  • Hari Kemerdekaan : 2 September 1945 (dari Perancis) 
  • Lagu Nasional : Tien quan ca (The Song of the Marching Troops) 
Vietnam merupakan sebuah negara sosialis yang dipimpin oleh Partai Komunis Vietnam. Presiden merupakan kepala negara yang sekaligus menjadi pemimpin militer. Perdana menteri dipilih untuk menjalankan pemerintahan. Penduduk awal Vietnam berasal dari lembah Sungai Merah sekitar 5000 tahun yang lalu. Mereka bertahan sampai sekitar 207 SM. Mereka ditaklukkan oleh seorang pemimpin Cina yang membentuk kerajaan bernama Nam Viet.

11. Republik Demokratik Timor Leste 

adalah sebuah negara yang terletak di bagian timur Pulau Timor, benua Asia bagian Tenggara (Asia Tengara). Pulau Timor yang berada di sebelah utara benua Australia ini dimiliki oleh dua negara yaitu Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste. Sebelum merdeka, Timor Leste merupakan salah satu Provinsi di Republik Indonesia dengan nama Provinsi Timor Timur. Timor Leste secara resmi merdeka dari Indonesia pada tanggal 20 Mei 2002 dan menetapkan Kota Dili sebagai Ibukotanya.

  • Bentuk Pemerintahan : Republik semi-Presidensil
  • Kepala Negara : Presiden Francisco GUTERRES (sejak 20 Mei 2017)
  • Kepala Pemerintahan : Perdana Menteri Taur Matan RUAK (sejak 22 Juni 2018)
  • Ibukota : Dili
  • Luas Wilayah : 14.874km2
  • Jumlah Penduduk : 1.321.929 jiwa (2018)
  • Bahasa Resmi : Bahasa Tetum dan Bahasa Portugis
  • Agama : Katolik Roma 96,9%,
  • Suku Bangsa : Austronesian (Malayo-Polynesian) dan Papua
  • Mata Uang : Dolar Amerika Serikat (USD)
  • Hari Kemerdekaan : 20 Mei 2002 (dari Indonesia)
  • Lagu Kebangsaan : “Patria” (Fatherland)

Sumber : Buku Siswa Kelas VI (Diunduh dari Buku.com)